Monday, 7 November 2016

Elemen dan Karakteristik Sistem

by Fadhila Nursyifa at 11/07/2016 0 comments
TUGAS 2
Elemen Sistem

Sistem adalah kelompok dari dua atau lebih komponen atau subsistem yang saling berhubungan yang berfungsi dengan tujuan yang sama. Ada beberapa elemen yang membentuk sebuah sistem, yaitu : tujuan, masukan, proses, keluaran, batas, mekanisme pengendalian dan umpan balik serta lingkungan. Berikut penjelasan mengenai elemen-elemen yang membentuk sebuah sistem :

  1. Tujuan. Setiap sistem memiliki tujuan (Goal), entah hanya satu atau mungkin banyak. Tujuan inilah yang menjadi pemotivasi yang mengarahkan sistem. Tanpa tujuan, sistem menjadi tak terarah dan tak terkendali. Tentu saja, tujuan antara satu sistem dengan sistem yang lain berbeda.
  2. Masukan. Masukan (input) sistem adalah segala sesuatu yang masuk ke dalam sistem dan selanjutnya menjadi bahan yang diproses. Masukan dapat berupa hal-hal yang berwujud (tampak secara fisik) maupun yang tidak tampak. Contoh masukan yang berwujud adalah bahan mentah, sedangkan contoh yang tidak berwujud adalah informasi (misalnya permintaan jasa pelanggan).
  3. Proses. Proses merupakan bagian yang melakukan perubahan atau transformasi dari masukan menjadi keluaran yang berguna dan lbih bernilai, misalnya berupa informasi dan produk, tetapi juga bisa berupa hal-hal yang tidak berguna, misalnya saja sisa pembuangan atau limbah. Pada pabrik kimia, proses dapat berupa bahan mentah. Pada rumah sakit, proses dapat berupa aktivitas pembedahan pasien.
  4. Keluaran. Keluaran (output) merupakan hasil dari pemrosesan. Pada sistem informasi, keluaran bisa berupa suatu informasi, saran, cetakan laporan, dan sebagainya

Karakteristik Sistem

Karakteristik sistem dapat dibagi menjadi 8 bagian, yaitu :

Komponen Sistem (Components)
Suatu system terdiri dari sejumlah komponen yang saling berinteraksi, yang artinya saling bekerja sama membentuk satu kesatuan. Komponen-komponen system atau elemen-elemen system dapat berupa suatu subsistem atau bagian-bagian dari system. Setiap system tidak peduli betapapun kecilnya, selalu mengandung komponen-komponen atau subsistem-subsistem. Setiap subsistem mempunyai sifat-sifat dari system untuk menjalankan suatu fungsi tertentu dan mempengaruhi proses system secara keseluruhan. Jadi, dapat dibayangkan jika dalam suatu system ada subsistem yang tidak berjalan / berfungsi sebagaimana mestinya. Tentunya system tersebut tidak akan berjalan mulus atau mungkin juga system tersebut rusak sehingga dengan sendirinya tujuan system tersebut tidak tercapai.

Batas Sistem (Boundary)
Merupakan daerah yang membatasi antara suatu system dengan system yang lainnya atau dengan lingkungan luarnya. Menurut Susanto (2013), batas Sistem merupakan garis abstraksi yang memisahkan antara system dan lingkungannya. Batas system ini bagi setiap orang sangat relative dan tergantung kepada tingkat pengetahuan dan situasi kondisi yang dirasakan oleh orang yang melihat system tersebut. Batas system ini memungkinkan suatu system dipandang sebagai satu kesatuan. Batas suatu system nenunjukan ruang lingkup (scope) dari system tersebut.

Lingkungan Luar Sistem (Environments)
Lingkungan luar dari suatu system adalah apapun diluar batas dari system yang mempengaruhi operasi system. Lingkungan luar system dapat bersifat menguntungkan dan dapat juga bersifat merugikan system tersebut. Lingkungan luar yang menguntungkan merupakan energi dari system dan dengan demikian harus tetap dijaga dan dipelihara. Sedang lingkungan luar yang merugikan harus ditahan dan dikendalikan, kalau tidak maka akan mengganggu kelangsungan hidup dari system.

Penghubung Sistem (Interface) 
Penghubung system merupakan media penghubung anatara satu subsistem dengan subsistem lainnya. Melalui penghubung ini memungkinkan sumber-sumber daya mengalir dari satu subsistem ke yang lainnya. Keluaran output dari satu subsistem akan menjadi masukan (input) untuk subsistem lainnya dengan melalui penghubung. Dengan penghubung satu subsistem dapat berintegrasi dengan subsistem yang lainnya membentuk satu kesatuan.

Masukan Sistem (Input) 
Masukan system adalah energi yang dimasukkan kedalam system. Masukan dapat berupa masukan perawatan maintenance input) dan masukan sinyal (signal input). Maintanance input adalah energi yang dimasukan supaya system tersebut dapat beroperasi. Signal input adalah energi yang diproses untuk didapatkan keluaran. Sebagai contoh didalam system computer, program adalah maintenance input yang digunakan untuk mengoperasikan komputernya dan data adalah siganal input untuk diolah menjadi informasi.

Keluaran Sistem (Output) 
Keluaran system adalah hasil dari energi yang diolah dan diklasifikan menjadi keluaran yang berguna dan sisi pembuangan. Keluaran dapat merupakan masukan untuk subsistem yang lain atau kepada supersistem. Misalnya untuk system computer, panas yang dihaislkan adalah keluaran yang tidak berguna dan merupakan hasil sisa pembuangan, sedang informasi adalah keluaran yang dibutuhkan.

Pengolah Sistem (Process)
Suatu system dapat mempunyai suatu bagian pengolah yang akan merubah masukan menjadi keluaran. Suatu system produksi akan mengolah masukan berupa bahan baku dan bahan-bahan yang lain menjadi keluaran berupa barang jadi. Sistem akuntansi akan mengolah data-data transaksi menjadi laporan-laporan keuangan dan laporan-lpaoran lain yang dibutuhkan oleh manajemen.

Sasaran (Objectives) atau Tujuan (Goal)
Tujuan Sistem merupakan target atau sasaran akhir yang ingin dicapai oleh suatu system. Suatu system pasti mempunyai tujuan atau sasaran. Kalau suatu system tidak mempunyai sasaran, maka operasi system tidak akan ada gunanya. Sasaran dari system sangat menentukan sekali masukan yang dibutuhkan system dan keluaran yang akan dihasilkan system. Suatu system dikatakan berhasil bila mengenai sasaran atau tujuannya.


Model Sistem Informasi Psikologi
  1. Tujuan Big Five Inventori (BFI) adalah salah satu tes kepribadian yang mengukur lima dimensi pada diri seseorang yang terdiri dari Openness (O), Conscientiousness (C), Extraversion (E), Agreeableness (A) dan Neuroticism (N).
  2. Input
    Subjek mengisi identitas seperi nama, usia, jenis kelamin dan pekerjaan.
  3. Proses
    Subjek mengisi pernyataan yang ada pada lembar BFI. BFI terdiri dari 44 aitem, 15 aitem favorable sedangkan sisanya unfavorable. Setiap aitem memberikan peluang lima jawaban mulai dari sangat sejutu hingga sangat tidak setuju.
  4. Output
    Skoring dilakukan dengan cara menghitung jumlah skor untuk setiap dimensi. Untuk aitem atau pernyataan favorable diberi skor satu untuk jawaban sangat tidak setuju hingga lima untuk jawaban sangat setuju. Sedangkan pernyataan unfavorable diberi skor sebaliknya

Hasil dari penggolongan kepribadian BFI ini bukan mengerucut ke satu dimensi kepribadian saja, melainkan ukuran dari kelima dimensi OCEAN tersebut.

Bagan Model Sistem Informasi Psikologi (Secara Manual)



  1. Input : Mengisi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan
  2. Proses : Mengisi 44 pernyataan pada lembar BFI
  3. Output : Hasil Tes (total dari skor aitem pada tiap dimensi


Daftar Pustaka


Azhar Susanto. (2013). Sistem Informasi Akuntansi. Bandung: Lingga Jaya.

Fatta, H.A. (2007). Analisis dan perancangan sistem informasi untuk keunggulan bersaing perusahaan dan organisasi modern. Yogyakarta: ANDI.

Hall. J.A. (2007). Sistem informasi akuntasi. Jakarta: Salemba Empat.

John, O. P., & Srivastava, S. (1999). The Big-Five trait taxonomy: History, measurement, and theoretical perspectives. In L. A. Pervin & O. P. John (Eds.), Handbook of personality: Theory and research (Vol. 2, pp. 102–138). New York: Guilford Press.

http://beritaislamimasakini.com/konsep-dasar-sistem-elemen-sistem.htm

https://psikologihore.com/kepribadian-big-five/

http://fetzer.org/sites/default/files/images/stories/pdf/selfmeasures/Personality-BigFiveInventory.pdf

Thursday, 6 October 2016

Definisi Sistem Informasi Psikologi

by Fadhila Nursyifa at 10/06/2016 0 comments

Pengertian Sistem

Indrajit (dalam Hutahean, 2014) berpendapat bahwa sistem mengandung arti kumpulan-kumpulan dari komponen-komponen yang dimiliki unsur keterkaitan antara satu dengan yang lainnya.

Menurut Marimin, Tanjung, & Prabowo, (2006) Sistem adalah suatu kesatuan usaha yang terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain yang berusaha mencapai suatu tujuan dalam suatu lingungan kompleks.

Menurut Abdulkarim, (2008) Sistem adalah keseluruhan dari beberapa bagian yang mempunyai hubungan fungsional, baik antara bagian–bagian maupun hubungan struktural sehingga hubungan tersebut menimbulkan suatu kebergantungan.

Menurut Djekky R. Djoht, sistem adalah agregasi atau pengelompokan objek-objek yang dipesatukan oleh beberapa bentuk interaksi yang tetap atau saling tergantung, sekelompok unit yang berbeda, yang dikombinasikan sedemikian rupa oleh alam atau oleh seni sehingga membentuk suatu keseluruhan yang integral dan berfungsi, beroperasi, atau bergerak dalam suatu kesatuan (Sudarma, 2008).

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri dari berbagai komponen yang saling berkaitan dan saling ketergantungan dalam mencapai suatu tujuan tertentu.

Pengertian Informasi


Informasi merupakan data yang telah diolah menjadi sebuah bentuk yang berarti bagi penerimanya dan bermanfaat dalam pengambilan keputusan saat ini atau mendatang (Al Fatta, 2007).

Menurut Mc Leod (dalam Al Fatta, 2007) Informasi adalah data yang telah diproses atau data yang memiliki arti.

Menurut Kosasih (2015) Informasi adalah sekumpulan fakta-fakta yang telah diolah menjadi bentuk data, sehingga dapat menjadi lebih berguna dan dapat digunakan oleh siapa saja yang membutuhkan data-data tersebut sebagai pengetahuan ataupun dapat digunakan dalam pengambilan keputusan.

Sedangkan menurut Wiryanto (2004) Informasi adalah hasil proses intelektual seseorang. Proses intelektual adalah mengolah / memroses stimulus, yang masuk ke dalam diri individu melalui panca indera, kemudian diteruskan ke otak / pusat syaraf untuk diolah / diproses dengan pengetahuan, pengalaman, selera, dan iman yang dimiliki seseorang. Setelah mengalami pemrosesan stimulus itu dapat dimengerti sebagai informasi.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa informasi adalah data atau fakta yang diperoleh dari pembelajaran, pengalaman atau instruksi dan diolah sedemikian rupa sehingga dapat dimengerti dan bermanfaat bagi seseorang.

Pengertian Psikologi

Psikologi adalah sebuah displin ilmu yang berfokus pada perilaku dan berbagai proses mental serta cara perilaku dan berbagai proses mental ini dipengaruhi oleh kondisi mental organisme dan lingkungan eksternal (Wade & Travis, 2007).

Menurut Atkinson, Atkinson, & Hilgard, (1983) psikologi didefinisikan sebagai studi ilmiah mengenai proses perilaku dan proses mental.

Plotnik (dalam Basuki, 2008) Psikologi merupakan studi yang sistematik dn ilmiah tentang perilaku manusia.

Menurut Wundt (dalam Basuki, 2008) psikologi merupakan ilmu tentang kesadaran manusia. Dari batasan ini dapat dikemukakan bahwa dalam psikologi, keadaan jiwa direfleksikan dalam kesadaran manusia. Unsur kesadaan merupaan hal dipelajari dalam psikologi.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku dan proses mental pada manusia.

Pengertian Sistem Informasi Psikologi

Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa sistem informasi psikologi adalah suatu sistem yang bertujuan mendapatkan informasi dalam bidang psikologi. Menurut Gaol (2011) Sistem informasi psikologi bertujuan mendapatkan pemahaman bagaimana manusia pembuat keputusan merasa dan menggunakan informasi formal.

Contoh Kasus


Sistem informasi psikologi mencangkup : Hardware, Software, People, and Procedurs. Hardware dan software sebagai mesin sedangkan prosedur dan manusia sebagai pelaku, Dan data berfungsi sebagai jembatan dari keduanya. Sistem informasi bisa dimanfaatkan oleh pelaku psikologi untuk membantu mereka saat penghitungan skor dalam beberapa tes psikologi. Selain itu sistem informasi psikologi dapat digunakan dalam melakukan konseling yang disebut dengan e-counseling (electronic counseling) atau konseling online. e-counseling yang secara singkat dapat diartikan yaitu proses penyelenggaraan konseling secara elektronik dengan menggunakan sosial media.

Sumber :

Abdulkarim, A. (2008). Pendidikan kewarganegaraan. Bandung : Grafindo media pratama.

Al Fatta, H. (2007). Analisis dan perancangan sistem informasi untuk keunggulan bersaing perusahaan dan organisasi modern. Yogyakarta : ANDI.

Atkinson, R. L., Atkinson, R. C., & Hilgard, E. R. (1983). Pengertian psikologi. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Basuki, H. (2008). Psikologi umum. Jakarta : Universitas Gunadarma.

Dakir. (1993). Dasar-dasar psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Kosasih, E. (2015). Definisi dan pengertian informasi. Diakses dari http://www.definisi-pengertian.com/2015/03/definisi-dan-pengertian-informasi.html. Pada 30 September 2016.

Hutahean, J. (2014). Konsep sistem informasi. Yogyakarta : Deepublish.

Marimin., Tanjung, H., & Prabowo, H. (2006). Sistem informasi manajemen sumber daya manusia. Jakarta : Grasindo.

Sudarma, M. (2008). Sosiologi untuk kesehatan. Jakarta : Penerbit Salemba Medika.

Wade, C., & Travis, C. (2007). Psikologi, edisi ke 9. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Wiryanto. (2004). Pengantar ilmu komunikasi. Jakarta : Grasindo.

Ifdil. (2013). Konseling online. Diakses dari http://info-konseling.blogspot.co.id/2013/03/konseling-online.html. Pada 7 Oktober 2016.

Sunday, 26 June 2016

Terapi Kelompok

by Fadhila Nursyifa at 6/26/2016 0 comments
Pengertian Terapi Kelompok

Terapi kelompok adalah metode terapi yang memanfaatkan keuntungan dari kelompok pendukung yang terdiri dari orang-orang yang memiliki situasi atau penyakit yang sama. Kelompok ini akan melakukan pertemuan secara teratur dan membahas pengalaman pribadi mereka saat menghadapi kondisi mereka serta berbagi ide dan pendapat tentang bagaimana mereka dapat menjadi lebih baik. Walaupun tidak memberikan perubahan langsung pada fisik seseorang, terapi kelompok berfokus pada memberikan dukungan emosional bagi semua anggota kelompok.

Dalam terapi kelompok, kelompok pendukung biasanya dipimpin oleh anggota yang sedang mengalami atau pernah mengalami pengalaman yang sama seperti anggota kelompok lainnya. Pemimpin yang dipilih biasanya adalah orang yang telah terlatih dan mampu memimpin kegiatan dan diskusi kelompok. Dalam sesi terapi kelompok formal, pemimpin dapat berupa seorang psikolog, terapis, psikiater, perawat, atau pekerja sosial, namun dalam kelompok pendukung buatan sendiri, suatu variasi dari terapi kelompok, pemimpin dipilih dari anggota kelompok.

Karena terapi kelompok memberikan bantuan emosional dan psikologis, terapi ini paling umum dan paling tepat digunakan untuk menangani gangguan kesehatan jiwa.Terapi kelompok telah terbukti dapat membantu pasien yang: 1) Mengalami duka yang mendalam, yang dapat disebabkan oleh banyak hal, seperti kematian seseorang.  2) Memiliki gangguan perilaku, seperti kecanduan obat terlarang atau alkohol. 3) Memiliki penyakit serius, seperti kanker.

Terapi kelompok juga sering digunakan dalam pengobatan untuk:
1) Gangguan cemas (anxiety disorder),
2) Kecanduan,
3) Depresi,
4) Gangguan obsesif kompulsif.

Berikut ini adalah daftar manfaat terapi kelompok yang disusun oleh Irvin Yalom (seorang psikiater dan guru yang telah banyak menulis penelitian tentang psikoterapi eksistensial):
1) Dapat diikuti oleh siapa saja (universality),
2) Mengajarkan kepedulian terhadap orang lain (altruism),
3) Berbagi pengetahuan dan saran,
4) Memberikan harapan bagi pasien,
5) Memberikan keluarga baru bagi pasien,
6) Kerukunan antar sesama anggota (cohesiveness),
7) Faktor eksistensial,
8) Mengajarkan perilaku yang baik (imitative behavior),
9) Teknik bersosialisasi,
10) Meluapkan perasaan yang terpendam (catharsis),
11) Merasa diterima oleh anggota kelompok (belongingness).

Pasien yang bergabung dengan kelompok pendukung dan memiliki tempat untuk meluapkan dan berbagi pengalaman, pendapat, dan perasaannya, dapat menyadari bahwa ia tidak sendirian dalam menghadapi masalahnya. Hal ini saja sudah dapat meringankan beban pasien. Selain itu, pasien juga mendapatkan pendapat dari orang lain yang dapat membantu mereka agar bisa menghadapi situasi mereka dengan lebih baik.

Cara Kerja Terapi Kelompok

Terapi kelompok memiliki pola yang beragam, namun prinsip dasar yang sama; orang-orang yang menderita atau memiliki masalah yang sama akan dikumpulkan dalam suatu kelompok yang dijadwalkan untuk bertemu secara teratur. Tujuan dari pertemuan ini adalah untuk memberikan dukungan antar anggota kelompok. Faktor-faktor yang membedakan pola terapi adalah: 1) Orang yang memimpin diskusi, 2) Orang yang dapat menjadi anggota kelompok; beberapa kelompok hanya dapat diikuti oleh orang yang menderita penyakit tertentu (mis. bulimia nervosa atau kelainan makan berlebihan secara terus menerus), namun ada juga kelompok yang dapat diikuti oleh orang yang menderita penyakit berbeda dari kategori yang sama (mis. semua jenis gangguan makan atau semua jenis kanker).

Walaupun ada banyak orang yang merasa tidak nyaman berbagi pendapat, perasaan, dan detail tentang situasi mereka, banyak anggota kelompok pendukung yang akhirnya merasa nyaman dan menerima proses ini saat mereka mengikuti terapi kelompok. Hal ini juga menjadi manfaat lain dari terapi kelompok, karena terapi ini dapat meningkatkan kemampuan bersosialisasi dengan orang lain. Terapi kelompok dianggap sebagai metode pengobatan yang sangat efektif namun biayanya terjangkau. Karena pasien menjalani pengobatan bersama dengan anggota kelompok lainnya, mengikuti terapi kelompok membutuhkan biaya yang lebih terjangkau dibandingkan terapi pribadi.

Resiko Terapi Kelompok

Walaupun terapi kelompok terlihat tidak berisiko atau tidak berbahaya, terapi ini ternyata juga memiliki risiko komplikasi dan hasil yang tidak diinginkan. Berikut ini adalah beberapa kerugian yang harus dipertimbangkan sebelum memulai program terapi kelompok: 1) Terapi kelompok mengharuskan seseorang untuk berbicara atau menjalin hubungan dekat dengan orang lain. Hal ini dapat memicu ketakutan sosial seseorang. 2) Ada risiko seorang pasien akan memiliki kepribadian yang tidak sesuai dengan anggota kelompok lainnya. Beberapa anggota kelompok dapat memiliki sifat yang agresif, sedangkan anggota lainnya bersifat lemah. Hal ini meningkatkan risiko terjadinya kerusakan emosional yang lebih parah. 3) Terapi ini tidak efektif atau aman bagi pasien yang memiliki keinginan bunuh diri; pasien seperti ini harus mendapatkan dukungan pribadi. 4) Ada kemungkinan beberapa anggota kelompok membocorkan rahasia anggota kelompok. 5) Beberapa pasien dapat membutuhkan waktu yang lama sebelum mereka dapat merasa nyaman dan memercayai anggota kelompok lain. 6) Kemungkinan kesulitan menemukan kelompok yang tepat, di mana pasien dapat berbaur.

Terapi Keluarga

by Fadhila Nursyifa at 6/26/2016 0 comments

A. Pengertian Terapi Keluarga
Terapi keluarga merupakan pendekatan terapeutik yang melihat masalah individu dalam konteks lingkungan khususnya keluarga dan menitik beratkan pada proses interpersonal. Tetapi keluarga merupakan intervensi spesifik dengan tujuan membina komunikasi secara terbuka dan teraksi keluarga secara sehat.

B.Konsep dan Prinsip Dasar
Terapi keluarga adalah model terapi yang bertujuan mengubah pola interaksi keluarga sehingga bisa membenahi masalah-masalah dalam keluarga (Gurman, Kniskern & Pinsof, 1986). Terapi keluarga muncul dari observasi bahwa masalah-masalah yang ada pada terapi individual mempunyai konsekuensi dan kontekssosial. Contohnya, klien yang menunjukkan peningkatan selama menjalani terapi individual, bisa terganggu lagi setelah kembali pada keluarganya.

Terapi keluarga didasarkan pada teori system (Van Bertalanffy, 1968) yang terdiri dari 3 prinsip:

Pertama,adalah kausalitas sirkular, artinya peristiwa berhubungan dan saling bergantung bukan ditentukan dalam sebab satu arah–efek perhubungan.

Kedua, ekologi, mengatakan bahwa system hanya dapat dimengerti sebagai pola integrasi, tidak sebagai kumpulan dari bagian komponen. Dalam system keluarga, perubahan perilaku salah satu anggota akan mempengaruhi yang lain.

Ketiga,adalah subjektivitas yang artinya tidak ada pandangan yang objektif terhadap suatu masalah, tiap anggota keluarga mempunyai persepsi sendiri dari masalah keluarga. Ketika masalah muncul, terapi akan berusaha untuk mengidentifikasi masalah keluarga atau komunikasi keluarga yang salah, untuk mendorong semua anggota keluarga mengintrospeksi diri menyangkut masalah yang muncul.

Tujuan umum terapi keluarga adalah meningkatkan komunikasi karena keluarga bermasalah sering percaya pada pemahaman tentang arti penting dari komunikasi (Patterson, 1982).Terapis keluarga biasa dibutuhkan ketika : 1) Krisis keluarga yang mempengaruhi seluruh anggota keluarga. 2) Ketidak harmonisan seksual atau perkawinan. 3) Konflik keluarga dalam hal norma atau keturunan

C. Sejarah
Penelitian mengenai terapi keluarga dimulai pada tahun 1950-an oleh seorang Antropologis bernama Gregory Bateson yang meneliti tentang pola komunikasi pada keluarga pasien skizofrenia di Palo Alto, California.Pada pertengahan 1970-an, masyarakat prefesional mulai menganggap serius perspektif dan terapi keluarga. Sejalan dengan itu, buku-buku dan artikel-artikle bermunculan, begitu juga program pelatihan terapi keluarga (Gale dan Long, 1996)Munculnya buku-buku semipopuler sejak tahun 1968 hingga 1992 memberikan pandangan dan proses yang melekat pada kehidupan perkawinan dan pasangan yang senantiasa berubah

D. Indikasi Pemberian Terapi
Terapi keluarga akan sangat bermanfaat jika digunakan pada kasus yang tepat. Indikasi terapi keluarga menurut Walrond Skinner adalah: “Gejala yang timbul merupakan ekspresi disfungsi dari sistem keluarga. Gejala yang timbul lebih menyebabkan beberapa perubahan dalam hubungan anggota keluargannya dan dapat merupakan masalah secara individual..”

E. Manfaat Terapi Keluarga
Manfaat untuk pasien yaitu mempercepat proses kesembuhan melalui dinamika kelompok atau keluarga. Memperbaiki hubungan interpersonal pasien dengan tiap anggota keluarga atau memperbaiki proses sosialisasi yang dibutuhkan dalam upaya rehabilitasinya. Jika dilakukan pada program rawat jalan diharapkan dapat menurunkan angka kekambuhan.

Manfaat untuk keluarga yaitu : 1) memperbaiki fungsi dan struktur keluarga sehingga peran masing – masing anggota keluarga labih baik. 2) Keluarga mampu meningkatkan pengertiannya terhadap pasien/klien sehingga lebih dapat menerima, lebih toleran dan lebih dapat menghargainya sebagai manusia maupun terhadap potensi – potensinya masih ada. 3) Keluarga dapat meningkatkan kemampuannya dalam membantu pasien/klien dalam rehabilitasi.

Saturday, 2 April 2016

Logoterapi

by Fadhila Nursyifa at 4/02/2016 0 comments
Viktor Frankl, seorang pria yang dilahirkan pada tahun 1905. Sewaktu Perang Dunia II, Ia adalah salah satu tahanan di penjara kamp konsentrasi NAZI. Hitler menamakannya Holocaust atau ”Pemecahan Akhir”. Orang–orang dimasukkan seperti hewan ke dalam kereta yang penuh sesak dan digiring ke penjara mereka. Sebuah nomor di tangan mereka, diberikan untuk mengganti nama-nama mereka. Mereka dimasukkan ke dalam ruang gas beracun untuk dimusnahkan. Diperkirakan lebih dari enam juta orang dibunuh dengan gas, dibakar, ditembak, atau dibiarkan mati kelaparan. Setiap harinya selalu ada tahanan yang meninggal. Terlepas dari parahnya kondisi saat itu, Viktor Frankl sadar bahwa ada satu unsur yang tidak dapat dikendalikan oleh para penawannya (NAZI), yaitu SIKAP dirinya. Dia berkata,

“Ada satu hal yang tidak dapat mereka ambil dari saya, dan itulah kebebasan saya untuk MEMILIH bagaimana saya akan BEREAKSI terhadap apa yang terjadi pada diri saya.”

Viktor Frankl bereaksi secara positif terhadap peneritaan yang mungkin paling besar. Pada tahun-tahun penuh siksaan yang dijalaninya di kamp konsentrasi, ia mengembangkan filosofi psikiatri yang paling kuat, yang disebut dengan Logoterapi. 

Logoterapi berasal dari kata Yunani logos yang mengandung dwiarti. Pertama, logos yang artinya”sprit” (semangat) yaitu suatu dimensi terdalam dari seorang manusia, dan arti ini lebih antropologis daripada teologis. Kedua adalah “meaning” yaitu nilai hidup sebagai seorang manusia. Singkatnya logotetari adalah sebuah teori yang berorientasi untuk menemukan arti, suatu arti dalam dan bagi eksistensi manusia. Yang terpenting adalah menerima tanggung jawab dan berusaha menemukan arti nilai di balik kehidupan. 

Tiga konsep dalam logoterapi :
  1. Freedom of will (bebas dari kemauan). Kebebasan yang dimaksud adalah suatu kebebasan untuk tetap berdiri apapun kondisi yang dialami manusia. Manusia bebas untuk menentukan sikapnya menghadapi keadaan sekitarnya, bebas untuk mengambil sikap untuk menghadapi dunia dan menghadapi diri sendiri.
  2. "Will-to-meaning”, yaitu suatu kemauan untuk menemukan arti hidupnya. “will-to-meaning" ini suatu dorongan kemauan dasar yang berjuang untuk mencapai arti dalam hidupnya. Will to meaning muncul dari keingianan pembawan dasar manusia untuk memberikan sedapat mungkin nilai bagi dirinya, untuk mengaktualisasikan sebanyak mungkin nilai-nilai hidup manusia dalam dirinya.
  3. The meaning of life” yaitu arti hidup bagi seorang manusia. Arti hidup yang dimaksud adalah arti hidup untuk di respon, respon yang diberikan bukan dalam bentuk kata-kata tapi dalam bentuk tindakan, dengan melakukannya.

Logoterapi menyajikan suatu pendekatan positif pada mereka yang mengalami gangguan mental secara pribadi. Logoterapi muncul sebagai sekolah psikoterapi ketiga di Vienna, setelah psikoanalisa Freud, dan psikologi individual Adler. Viktor Frankl percaya bahwa manusia adalah satu-satunya makhluk di bumi yang tidak seperti makhluk lain, manusia memiliki roh. Karena manusia memiliki dimensi spiritual ini, Viktor percaya bahawa psikiatri tidak dapat hanya didasarkan pada obat atau zat kimia.

Tujuan Logoterapi
Logoterapi bertujuan agar masalah yang dihadapi klien, bisa ditemukan makna dari penderitaan dan kehidupan serta cinta. Dengan penemuan itu klien akan dapat membantu dirinya sehingga bebas dari masalah tersebut. Ada pun tujuan dari logoterapi adalah agar setiap pribadinya, yaitu:
  1. Memahami adanya potensi dan sumber daya rohaniah yang secara universal.
  2. Ada pada setiap orang terlepas dari ras, keyakinan dan agama yang dianutnya.
  3. Menyadari bahwa sumber-sumber dan potensi itu sering ditekan, terhambat dan diabaikan bahkan terlupakan.
  4. Memanfaatkan daya-daya tersebut untuk bangkit kembali dari penderitaan.
  5. Agar mampu tegak, kokoh menghadapi berbagai kendala, dan secara sadar mengembangkan diri untuk meraih kualitas hidup yang lebih bermakna.
Langkah-langkah dalam Proses Terapi

1. Menghadapi Situasi tersebut
Diagnosis yang tepat merupakan langkah pertama dalam terapi dan merupakan sesuatu yang penting. Tujuan diagnosis adalah menentukan sifat dari setiap faktor dan mengidentifikasi faktor manakah yang dominan. 
2. Kesadaran akan Simtom
Dalam menangani reaksi-reaksi neurosis psikogenik, logoterapi diarahkan bukan pada simtom-simtom dan bukan juga pada penyebab psikis, melainkan sikap klien terhadap simtom-simtom tersebut dalam mengubah sikap klien terhadap simtom-simtom itu, logoterapi benar-benar merupakan suatu terapi personalitik.
3. Mencari Penyebab
Logoterapi adalah suatu terapi khusus bagi frustasi eksistensial (kehampaan eksistenasial) atau frustasi terhadap keinginan akan makna. Kondisi-kondisi ini jika menghasilkan simtom-simtom neurotik, maka disebut neurosis noogenik.
Logoterapi berurusan dengan penyadaran manusia terhadap tanggung jawabnya karena tanggung jawab merupakan dasar yang hakiki bagi keberadaan manusia. Tanggung jawab berarti kewajiban, dan kewajiban tersebut hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan makna, yakni makna hidup. 
Jadi, logoterapi berkenaan dengan makna dalam berbagai aspek dan bidangnya. Makna keberadaan itu dapat berupa makna hidup dan mati, makna pendeitaan, makna pekerjaan dan makna mati.
4. Menemukan Hubungan antara Penyebab dan Simtom
Neurosis kecemasan dan keadaan fobia ditandai oleh kecemasan antisipatori yang menimbulkan kondisi yang ditakutu klien. Terjadinya kondisi tersebut kemudian memperkuat kecemasan antisipatori yang mengakibatkan lingkaran setan sehingga sehingga klien menghindar atau menarik diri dari situasi-situasi tersebut, di mana ia merasakan bahwa kecemasannya akan terjadi. 
Peranan dan Kegiatan Terapis

1. Menjaga hubungan yang akrab dan pemisahan ilmiah.
Terapis pertama-tama harus menciptakan hubungan antara klien dengan mencari keseimbangan antara dua ekstrem, yakni hubungan yang akrab (seperti simpati) dan pemisahan secara ilmiah (menangani klien sejauh ia melibatkan diri dalam teknik terapi).
2. Mengendalikan filsafat pribadi
Maksudnya adalah terapis tidak boleh memindahkan filsafat pribadi pada klien, karena logoterapi digunakan untuk menangani masalah-masalah yang menyangkut nilai-nilai dan masalah spiritual, seperti aspirasi terhadap hidup yang bermakna, makna cinta, makna penderitaan, dan sebagainya.
3. Terapis bukan guru atau pengkhotbah
Terapis adalah seorang spesialis mata dalam pengertian bahwa ia memberi kemungkinan kepada klien untuk melihat dunia sebagaimana adanya, dan bukan seorang pelukis yang menyajikan dunia sebagaimana ia sendiri melihatnya.
4. Memberi makna lagi pada hidup
Salah satu tujuan logoterapi adalah menemukan tujuan dan maksud keberadaannya. Kepada klien bahwa setiap kehidupan memiliki potensi-potensi yang unik dan tugas utamanya adalah menemukan potensi-potensi itu. Pemenuhan tugas ini memberi makna pada kepada hidupnya.
5. Memberi makna lagi pada penderitaan
Di sini, terapis harus menekan bahwa hidup manusia dapat dipenuhi tidak hanya dengan menciptakan sesuatu atau memperoleh sesuatu, tetapi juga dengan menderita. Manusia akan mengalami kebosanan dan apati jika ia tidak mengalami kesulitan atau penderitaan.
6. Menekankan makna kerja
Tugas terapis adalah memperlihatkan makan pada pekerjaan itu sehingga nilai-nilai yang dimiliki oleh orang-orang yang bekerja berubah. Tanggunga jawab terhadap hidup dipikul oleh setiap orang dengan menjawab kepada situasi-situasi yang ada. Ini dilakukan bukan dengan perkataan, melainkan dengan tindakan. Kesadaran akan tanggung jawab timbul dari kesadaran akan tugas pribadi yang konkret dan unik.
7. Menekankan makna cinta
Tugas terapis adalah menuntut klien untuk mencintai dalam tingkat spiritual atau tidak mengacaukan cinta seksual dengan cinta spiritual yang menghidupi pengalaman orang lain dalam semua keunikan dan keistimewaannya.

Teknik Logoterapi

Frankl dengan logoterapi-nya tidak hanya menyumbang teori, tetapi juga teknik-teknik terapi yang khusus kepada dunia psikoterapi. Menurut Semiun (2006) teknik-teknik logoterapi yang terkenal adalah intensi paradoksikal, derefleksi, dan bimbingan rohani.

1. Intensi Paradoksikal
Teknik intensi paradoksikal adalah teknik dimana klien diajak melakukan sesuatu yang paradoks dengan sikap klien terhadap situasi yang dialami. Jadi klien diajak mendekati dan mengejek sesuatu (gejala) dan bukan menghindarinya atau melawannya. Teknik ini pada dasarnya bertujuan lebih daripada perubahan pola-pola tingkah laku. Lebih baik dikatakan suatu reorientasi eksistensial. Menurut logoterapi disebut antagonisme psikonoetik yang mengacu pada kapasitas manusia untuk melepaskan atau memisahkan dirinya tidak hanya dari dunia, tetapi juga dari dirinya sendiri.
Teknik ini diarahkan pada penghapusan gejala melalui cara yang paradoks, yakni meminta kepada klien agar ia dengan sengaja menampilkan gejala yang dialaminya, tetapi dengan melebih-lebihkan dan mengejek atau berhumor atas gejala itu. Landasan dari intensi paradoksikal ini adalah kesanggupan manusia untuk bebas bersikap dan mengambil jarak terhadap dirinya sendiri. Mengambil jarak terhadap diri sendiri berarti melampaui diri sendiri, dan inilah yang dinamakan humor. Frankl mengemukakan bahwa humor tehadap diri sendiri atau menertawakan gejala-gejalanya sendiri bagi individu memiliki pengaruh kuratif.
2. Derefleksi
Frankl percaya bahwa sebagian besar persoalan kejiwaan berasal dari perhatian yang terlalu fokus pada diri sendiri. Dengan mengalihkan perhatian dari diri sendiri dan mengarahkannya pada orang lain, persoalan-persoalan itu akan hilang dengan sendirinya. Dengan teknik tersebut, klien diberi kemungkinan untuk mengabaikan neurosisnya dan memusatkan perhatian pada sesuatu yang terlepas dari dirinya.
3. Bimbingan Rohani
Bimbingan rohani adalah metode yang khusus digunakan terhadap pada penanganan kasus dimana individu berada pada penderitaan yang tidak dapat terhindarkan atau dalam suatu keadaan yang tidak dapat dirubahnya dan tidak mampu lagi berbuat selain menghadapinya. Pada metode ini, individu didorong untuk merealisasikan nilai bersikap dengan menunjukkan sikap positif terhadap penderitaanya dalam rangka menemukan makna di balik penderitaan tersebut.

Sumber : 

Naisaban, L. (2004). Para psikolog terkemuka dunia (riwayat hidup, pokok pikiran dan karya. Jakarta : Grasindo.

Tjandra, H.S. (2005). Change the world : Change your destiny by changing your attitude. Jakarta : Gramedia.

Semiun, Y. (2006). Kesehatan mental 3. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Friday, 25 March 2016

Person-Centered Therapy

by Fadhila Nursyifa at 3/25/2016 0 comments
Person-Centered Therapy merupakan model terapi berpusat pribadi yang dipelopori dan dikembangkan oleh psikolog humanistis Carl R. Rogers. Ia memiliki pandangan dasar tentang manusia, yaitu bahwa pada dasarnya manusia itu bersifat positif, makhluk yang optimis, penuh harapan, aktif, bertanggung jawab, memiliki potensi kreatif, bebas (tidak terikat oleh belenggu masa lalu), dan berorientasi ke masa yang akan datang dan selalu berusaha untuk melakukan self fullfillment (memenuhi kebutuhan dirinya sendiri untuk bisa beraktualisasi diri). Filosofi tentang manusia ini berimplikasi dan menjadi dasar pemikiran dalam praktek terapi person centered. Menurut Roger konsep inti terapi person centered adalah konsep tentang diri dan konsep menjadi diri atau pertumbuhan perwujudan diri.


Sejarah

Carl Roger
Person-Centered Therapy dibagi dalam empat periode perkembangan yaitu pada tahun 1940-an Carl Roger menamakan non-dirictive counseling sebagai reaksi kontra terhadap pendekatan psikoanalisis yang bersifat direktif dan tradisional, dimana non-dirictive counseling ini juga tidak memberikan kebebasan kepada konseli untuk mengungkapkan perasaannya.

Perkembangan periode kedua yaitu pada tahun 1951 dimana Roger mengubah nama pendekatannya menjadi Client-Centered Therapy (pemusatan terapi pada diri klien) yang penekanannya pada fiksasi perasaan klien dan kemudian difokuskan dalam kenomenologi dunia konseli artinya memberikan kebebasan kepada konseli untuk mengungkapan perasaannya lebih jauh lagi.

Perkembangan periode ketiga yaitu pada tahun 1957 sampai dengan 1970-an yang menekankan pada pentingnya dan cukupnya persyaratan untuk memulai suatu terapi. Perkembangan periode keempat yaitu pada tahun 1980-an sampai dengan tahun 1990-an berubah nama menjadi Person-Centered Therapy karena aplikasinya untuk semua pribadi dikalangan apapun dan didasari oleh pandangan humanistic dan eksistensialisme.

Struktur Kepribadian 
Rogers mengemukakan konsep dasar kepribadian yang terdiri dari tiga aspek: 
  1. Organism, merupakan individu itu sendiri, mencakup aspek fisik maupun psikologis. 
  2. Phenomenal Field, yaitu pengalaman-pengalaman hidup yang bermakna secara psikologis bagi individu, dapat berupa pengetahuan, hubungan pertemanan dan pengasuhan orang tua. 
  3. Self, yaitu interaksi antara organism atau individu dengan phenomenal field yang akan membentuk self. 

Hakikat Konseling
Secara umum hakikat konseling pada Person-Centered Therapy adalah memecahkan masalah klien dengan memberikan fungsi secara penuh kepada diri klien untuk menyadari dirinya dan mengarahkan diri sendiri untuk perubahan dirinya dalam tindakan dan tingkah laku, karena person centered memandang manusia secara positif dan optimistic maka klien memiliki kapasitas untuk menajauh dari kesalahan dan pengaturan diri dalam kesehatan psikologisnya.

Kondisi Pengubahan

1. Tujuan
Tujuan konseling dalam pendekatan person centered adalah membantu individu menemukan konsep dirinya yang lebih positif lewat komunikasi konseling, dimana konselor mendudukan konseli sebagai orang yang berharga, orang yang penting, dan orang yang memiliki potensi positif dengan penerimaan tanpa syarat (unconditional positive regard).

Tujuan konseling person-centered therapy adalah mengarahkan konseli untuk eksplorasi diri dan keterbukaan; menekankan self direction dan berorientasi realistik; mendorong penerimaan diri dan orang lain; dan memfokuskan here and now. Proses konseling diarahkan agar konseli memiliki keterbukaan terhadap pengalaman-pengalamannya; memberikan kepercayaan penuh pada konseli; melakukan evaluasi terhadap diri sendiri; dan kesediaan untuk berkembang secara terus menerus.

2. Sikap, peran, dan tugas Konselor
Kemampua konselor dalam membangun hubungan interpersonal dalam proses komunikasi konseling merupakan elemen kunci keberhasilan konseling. Dalam proses konseling, konselor berperan mempertahankan tiga kondisi inti (corecondition) yang menghadirkan iklim kondusif untuk mendorong terjadinya perubahan terapeutik dan perkembangan konseli. Dalam peran tersebut menunjukan sikap yang selaras dan keaslian (congruence or genuineness), penerimaan tanpa syarat (unconditional positive regard and acceptance), dan pemahaman empati yang tepat (accurate emphatic understanding).

3. Sikap, peran, dan tugas Konseli
Agar proses konseling dapat mencapai perubahan pribadi konseli yang diinginkan, maka diperlukan beberapa kondisi yang seharusnya ada pada konseli, yaitu bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, dapat mengungkapkan perasaan yang tertekan dengan baik, konseli dan konselor harus bisa menciptakan suasana yang kondusif dalam proses konseling.

4. Situasi Hubungan
Konsep hubungan antara terapis dan client dalam pendekatan ini ditegaskan oleh pernyataan Rogers (1961) “jika saya bisa menyajikan suatu tipe hubungan, maka orang lain akan menemukan dalam dirinya sendiri kesanggupan menggunakan hubungan itu untuk pertumbuhan dan perubahan, sehingga perkembangan peribadipun akan terjadi. Ada enam kondisi yang diperlukan dan memadahi bagi perubahan kepribadian :
  1. Dua orang berada dalam hubungan psikologis.
  2. Orang pertama disebut client, ada dalam keadaan tidak selaras, peka dan cemas.
  3. Orang kedua disebut terapis, ada dalam keadaan selaras atau terintegrasi dalam berhubungan.
  4. Terapis merasakan perhatian positif tak bersyarat terhadap client.
  5. Terapis merasakan pengertian yang empatikterhadap kerangka acuan internal client dan berusaha mengkomunikasikan perasaannya ini kepad terapis.
  6. Komunikasi pengertian empatik dan rasa hormat yang positif tak bersyarat dari terapis kepada client setidak-tidaknya dapat dicapai.
Tahap-tahap Konseling
Jika dilihat apa yang dilakukan konselor, person centered therapy terdiri dari empat tahap, yaitu penciptaan hubungan baik, pembebasan ungkapan, tercapainya insight, dan pengakhiran. Rogers (1961) mengidentifikasi tujuh tahap diskrit perubahan dalam konseli, masing-masing mewakili satu langkah dari ketidaksesuaian untuk keselarasan. Hal ini dirinci sebagai berikut:

Tahap pertama : Tahap ini merupakan tahap dimana konseli merasa keberatan untk mengungkapkan dirinya, komunikasi hanya bersifat eksternal, dimana konseli tidak melihat diri mereka sedang mengalami masalah dan menyalahkan orang lain atas kesulitan yang timbul. Semua pengalaman ini diukur dari segi sudut pandang gagasan.

Tahap kedua : Tahap ini yaitu proses komunikasi awal untuk mengekspresikan diri tanpa adanya topic tentang diri. Tahap ini ditandai dengan kondisi bahwa meskipun beberapa perasaan negatif mungkin sudah diakui oleh klien, pernyataan tentang pandangan atau perasaan sering diungkapkan dengan sedikit kesadaran sifat kontradiktif mereka. Sekali lagi, pada tahap ini, tidak mungkin bahwa konseli akan melakukan konseling secara sukarela.

Tahap ketiga : Penerimaan, Understanding, dan empati merupakan hal yang harus dicapai untuk berpindah ke tahap empat. Pada tahap tiga konseli mulai menunjukkan beberapa refleksi terhadap dirinya, meskipun terutama dalam hal perasaan atau pengalaman masa lalu. Perasaan dan pikiran yang bertentangan dapat diakui. Hal ini menunjukkan bahwa kebanyakan konseli memasuki konseling, menyadari kebutuhan mereka akan bantuan. Sehingga tahap ini merupakan awal hubungan terapis dan klien dalam perasaan yang secara mendasar.

Tahap keempat : Konseli memiliki kapasitas yang meningkat untuk mengalami hal-hal here and now dan semakin menyadari perasaan tidak nyaman pada diri mereka. Sebuah tingkat yang lebih besar mempertanyakan 'diri' yang mungkin terjadi, khususnya dari aspek dan konstruksi yang sudah ada (misalnya 'konsep diri'). Tahap ini konseli mulai mengekspresikan perasaannya, pengekspresian tentang ketakuatan, ketidakpercayaan, ketidakjelasan. Validitas dari beberapa sudut pandang ini dapat dieksplorasi. Kebanyakan inti konseling berlangsung pada tahap ini, dan pada tahap kelima, segala perasaan dalam diri klien mengalir dan diekspresikan dimana pengalaman dari klien mulai didiferensiasikan.

Tahap kelima : Konseli semakin mampu memiliki pengalaman, dengan kapasitas untuk bertanggung jawab untuk banyak mengalaminya. Pandangan sebelumnya mungkin dinilai kritis, proses yang disertai dengan kemampuan yang besar untuk mengekspresikan pengalaman di masa sekarang (misalnya dengan marah).

Tahap keenam : Pada tahap ini konseli dapat terlibat pada setiap experience moment dalam pertemuan konseling dan mengungkapkan bagaimana perasaannya dalam cara yang non-defensive. Ada kebebasan yang lebih besar dalam apa yang dieksplorasi. Kini konseli dapat sepenuhnya memiliki pengalamannya. Oleh karena itu, apa yang pernah incongruent menjadi congruent. Sebuah konsep diri yang baru mulai muncul.

Tahap ketujuh : Konseli secara alami tidak lagi tunduk pada proses penolakan atau distorsi. Ada kelonggaran dalam perasaan di mana konseli dapat menerimanya setiap saat. Konseli mengambil tanggung jawab pribadi secara penuh untuk pengalamannya. Konseli sepenuhnya mampu menerima dirinya sepenuhnya dalam setiap saat.

Teknik-teknik konseling 
Pada umumnya konseling ini menggunakan teknik dasar mencakup mendengarkan aktif, merefleksikan perasaan-perasaan atau pengalaman, menjelaskan, dan “hadir” bagi konseli. Selain itu, tiga sikap dasar konselor, yaitu congruence or genuine, unconditional positive regard and acceptance, dan accurate empathic understanding.


a. Congruence or genuine
Konsep kesejatian yang dimaksud Rogers adalah bagaimana konselor tampil nyata, utuh, otentik dan tidak palsu serta terintegrasi selama pertemuan konseling. konselor tidak diperkenankan terlibat secara emosional dan berbagi perasaan-perasaan secara impulsif terhadap konseli. Pendekatan person-centered berasumsi bahwa jika konselor selaras atau menunjukkan kesejatiannya dalam berhubungan dengan konseli, maka proses konseling bisa berlangsung.
b. Unconditional positive regardand acceptance
Perhatian tak bersayarat tidak dicampuri oleh evaluasi atau penilaian terhadap pemikiran-pemikiran dan tingkah laku konseli sebagai hal yang buruk atau baik. Semakin besar derajat kesukaan, perhatian dan penerimaan hangat terhadap konseli, maka semakin besar pula peluang untuk menunjung perubahan pada konseli.
c. Accurate empathic understanding
Sikap ini merupakan sikap yang krusial, dimana konselor benar-benar dituntut untuk menggunakan kemampuan inderanya dalam berempati guna mengenali dan menjelajahi pengalaman subjektif konseli. Tugas konselor adalah membantu kesadaran konseli terhadap perasaan-perasaan yang dialami. Rogers percaya bahwa apabila konselor mampu menjangkau dunia pribadi konseli sebagaimana dunia pribadi itu diamati dan dirasakan oleh konseli, tanpa kehilangan identitas dirinya yang terpisah dari konseli, maka perubahan yang konstruktif akan terjadi (Corey, 2009).

Sumber 

Komalasari, G, Wahyuni, E. & Karsih. (2011). Teori dan Teknik Konseling. Jakarta: PT indeks

Corey, G. (2010). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Redaksi Rafika Aditama

Muthi’ah, A & Umar, F. N. (2013). Makalah Pendekatan Person Cintered Therapy. Malang


Friday, 18 March 2016

Terapi Humanistik Eksistensial

by Fadhila Nursyifa at 3/18/2016 0 comments

Terapi Humanistik Eksistensial adalah terapi yang sesuai dalam memberikan bantuan kepada klien. Karena teori ini mencakup pengakuan eksistensialisme terhadap kekacauan, keniscayaan, keputusasaan manusia kedalam dunia tempat dia bertanggung jawab atas dirinya.

Beberapa tokoh dalam humanistik eksistensial, salah satunya adalah Abraham Maslow menyebutnya sebagai teori holistic-dinamis karena teori ini menganggap bahwa keseluruhan dari seseorang termotivasi oleh satu atau lebih kebutuhan dan orang memiliki potensi untuk tumbuh menuju kesehatan psikologis yaitu aktualisasi diri. Untuk memenuhi aktualisasi diri, ada beberapa kebutuhan mendasar yang harus dipenuhi yaitu kebutuhan akan lapar, keamanan, cinta, dan harga diri. Setelah itu semua terpenuhi, maka seseorang bisa mencapai aktualisasi diri.

Menurut Gerald Corey, (1988:54-55) ada beberapa konsep utama dari pendekatan eksistensial yaitu :

1. Kesadaran diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan. Semakin kuat kesadaran diri itu pada seseorang, maka akan semakin besar pula kebebasan yang ada pada orang itu. Kesanggupan untuk memilih alternative – alternatif yakni memutuskan secara bebas di dalam kerangka pembatasnya adalah suatu aspek yang esensial pada manusia.
2. Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasan
Kesadaran atas kebebasan dan tanggung jawab dapat menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar pada manusia. Kecemasan eksistensial juga bisa diakibatkan oleh kesadaran atas keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tak terhindarkan untuk mati. Kesadaran atas kematian memiliki arti penting bagi kehidupan individu sekarang, sebab kesadaran tersebut menghadapkan individu pada kenyataan bahwa dia memiliki waktu yang terbatas untuk mengaktualkan potensi – potensinya.
3. Penciptaan makna
Manusia itu unik, dalam artian bahwa dia berusaha untuk menemukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Pada hakikatnya manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah makhluk rasional. Kegagalan dalam menciptakan hubungan yang bermakna dapat menimbulkan kondisi-kondisi keterasingan dan kesepian. Manusia juga berusaha untuk mengaktualkan diri yakni mengungkapkan potensi – potensi manusiawinya sampai taraf tertentu.

Tujuan Terapi  Humanistik Eksistensial

Tujuan mendasar humanistik eksistensial adalah membantu individu menemukan nilai, makna, dan tujuan dalam hidup manusia sendiri. Juga diarahkan untuk membantu klien agar menjadi lebih sadar bahwa mereka memiliki kebebasan untuk memilih dan bertindak, dan kemudian membantu mereka membuat pilihan hidup yang memungkinkannya dapat mengaktualisasikan diri dan mencapai kehidupan yang bermakna.

Menurut Gerald Corey terapi eksistensial humanistik bertujuan agar klien mengalami keberadaanya secara otentik dengan menjadi sadar atas keberadaan dan potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak berdasarkan kemampuannya. Terdapat tiga karakteristik dari keberadaan otentik, menyadari sepenuhnya keadaan sekarang, memilih bagaimana hidup pada saat sekarang, dan memikul tanggung jawab untuk memilih. Pada dasarnya terapi eksistensial adalah meluaskan kesadaran diri klien, dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya, yakni menjadi bebas dan bertanggung jawab atas arah hidupnya.


Ciri-ciri Humanistik Eksistensial 

Adapun ciri-ciri dari terapi eksistensial humanistik adalah sebagai berikut: 

  1. Eksistensialisme bukanlah suatu aliran melainkan suatu gerakan yang memusatkan penyelidikannya manusia sebagai pribadi individual dan sebagai ada dalam dunia (tanda sambung menunjukkan ketakterpisahan antara manusia dan dunia). 
  2. Adanya dalil-dalil yang melandasi yaitu (a) Setiap manusia unik dalam kehidupan batinnya, dalam mempersepsi dan mengevaluasi dunia, dan dalam bereaksi terhadap dunia. (b) Manusia sebagai pribadi tidak bisa dimengerti ddalam kerangka fungsi-fungsi atau unsur-unsur yang membentuknya. (c) Bekerja semata-mata dalam kerangka kerja stimulus respons dan memusatkan perhatian pada fungsi-fungsi seperti penginderaan, persepsi, belajr, dorongan-dorongan, kebiasaan-kebiasaan, dan tingkah laku emosional tidak akan mampu memberikan sumbangan yang berarti kepada pemahaman manusia 
  3. Berusaha melengkapi, bukan menyingkirkan dan menggantikan orientasi-orientasi yang ada dalam psikologi 
  4. Sasaran eksistensial adalah mengembangkan konsep yang komperehensif tentang manusia dan memahami manusia dalam keseluruhan realitas eksistensialnya, misalnya pada kesadaran, perasaan-perasaan, suasana-suasana perasaan, dan pengalaman-pengalaman pribadi individual yang berkaitan dengan keberadaan individualnya dalam dunia dan diantara sesamanya. Tujuan utamanya adalah menemukan kekuatan dasar, tema, atau tendensi dari kehidupan manusia, yang dapat dijadikan kunci kearah memahami manusia. 
  5. Tema-temanya adalah hubungan antar manusia, kebebasan, dan tanggung jawab, skala nilai-nilai individual, makna hidup, penderitaan, keputus asaan, kecemasan dan kematian. 

Fungsi dan Peran Terapis

Dalam pandangan eksistensialis tugas utama dari seorang terapis adalah mengeksplorasi persoalan-persoalan yang berkaitan dengan ketakberdayaan, keputusasaan, ketakbermaknaan, dan kekosongan eksistensial serta berusaha memahami keberadaan klien dalam dunia yang dimilikinya. May (1981), memandang bahwa tugas terapis bukanlah untuk merawat atau mengobati konseli, akan tetapi diantaranya adalah membantu klien agar menyadari tentang apa yang sedang mereka lakukan, dan untuk membantu mereka keluar dari posisi peran sebagai korban dalam hidupnya dalam keberadaanya di dunia11: “Ini adalah saat ketika pasien melihat dirinya sebagai orang yang terancam, yang hadir di dunia yang mengancam dan sebagai subyek yang memiliki dunia”. 


Proses dan Teknik Eksistensial Humanistik

Teknik utama eksistensial humanistik pada dasarnya adalah penggunaan pribadi konselor dan hubungan konselor-konseli sebagai kondisi perubahan. Namun eksistensial humanistik juga merekomendasikan beberapa teknik (pendekatan) khusus seperti menghayati keberadaan dunia obyektif dan subyektif klien, pengalaman pertumbuhan simbolik (suatu bentuk interpretasi dan pengakuan dasar tentang dimensi-dimensi simbolik dari pengalaman yang mengarahkan pada kesadaran yang lebih tinggi, pengungkapan makna, dan pertumbuhan pribadi). Pada saat terapis menemukan keseluruhan dari diri klien, maka saat itulah proses terapeutik berada pada saat yang terbaik. Penemuan kreatifitas diri terapis muncul dari ikatan saling percaya dan kerjasama yang bermakna dari klien dan terapis. 

Proses konseling oleh para eksistensial meliputi tiga tahap yaitu:


1. Tahap Pertama
Konselor membantu klien dalam mengidentifikasi dan mengklarifikasi asumsi mereka terhadap dunia. Klien diajak mendefinisikan cara pandang agar eksistensi mereka diterima. Konselor mengajarkan mereka bercermin pada eksistensi mereka dan meneliti peran mereka dalam hal penciptaan masalah dalam kehidupan mereka.
 2. Tahap Kedua
Klien didorong agar bersemangat untuk lebih dalam meneliti sumber dan otoritas dari system mereka. Semangat ini akan memberikan klien pemahaman baru dan restrukturisasi nilai dan sikap mereka untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan dianggap pantas.
3. Tahap Ketiga
Berfokus pada untuk bisa melaksanakan apa yang telah mereka pelajari tentang diri mereka. Klien didorong untuk mengaplikasikan nilai barunya dengan jalan yang kongkrit. Klien biasanya akan menemukan kekuatan untuk menjalani eksistensi kehidupanya yang memiliki tujuan. Dalam perspektif eksistensial, teknik sendiri dipandang alat untuk membuat klien sadar akan pilihan mereka, serta bertanggungjawab atas penggunaaan kebebasan pribadinya.


Sumber :

Corey, G. (1995). Terapi dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung : PT. Eresku.

Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Modul bimbingan dan konselingPLGP kuota 2008.Surabaya : Unesa.

Misiak, Henryk., dan Sexton, Virginia Staudt. (2005). Psikologi Fenomenologi, Eksistensial, dan Humanistik. Bandung: Refika Aditama.

Sunday, 13 March 2016

Terapi Psikoanalisis

by Fadhila Nursyifa at 3/13/2016 0 comments
Teori psikoanalisis Freud memusatkan perhatian pada pentingnya pengalaman masa kanak-kanak awal. Dalam pandangan ini, benih-benih dari gangguan psikologis sudah ditanamkan pada tahun-tahun awal pertumbuhan. Freud berpendapat bahwa pikiran manusia terdiri dari tiga bagian, yakni kesadaran, keprasadaran, dan ketidaksadaran. Kesadaran mengacu pada pengalaman-pengalaman mental dalam kesadaran sekarang. Keprasadaran berisi mental yang sekarang tidak ada dalam kesadaran tetapi dapat dengan mudah masuk ke dalam kesadaran. Ketidaksadaran merupakan bagian terbesar dari pikiran adalah gudang dari insting-insting dasar, seperti seks dan agresi.


Freud juga mengemukakan tiga struktur mental atau psikis, yakni id, ego, dan super ego. Satu-satunya struktur mental yang ada sejak lahir adalah id, yang merupakn dorongan-dorongan biologis dan berada dalam ketidaksadaran. Id beroperasi menurut prinsip kenikmatan (pleasure principle) dan mencari kepuasan segera. Ego adalah pikiran yang beroperasi menurut prinsip kenyataan (reality principle) yang memuaskan dorongan-dorongan id menurut cara-cara yang dapat diterima masyarakat. Superego, merupakan bagian dari nilai-nilai moral dan beroperasi menurut prinsip moral. 

Dalam pandangan Freud, tuntutan yang saling berkonflik dari struktur kepribadian menyebabkan rasa cemas. Misalnya, ketika ego menghambat pencapaian kepuasan oleh id, maka akan tibul rasa cemas. Keadaan yang tidak menyenankan ini berkembang ketika ego merasa bahwa id akan menimbulkan gangguan pada individu. Rasa cemas memperingatkan ego agar mengatasi konflik dengan menggunakan mekanisme pertahan diri (defense mechanisms). Ada beberapa macam mekanisme pertahanan diri menurut Freud yaitu, represi (repression), sublimasi (sublimation), proyeksi (proyection), pengelakan atau pemindahan (displacement), rasionalisasi (rationalization), pembentukan reaksi (reaction formation) dan regresi (regression).


Represi merupakan mekanisme pertahanan yang paling umum dan paling kuat, menurut Freud. Impuls yang tidak dapat diterima didorong keluar dari kesadaran dan kembali ke pikiran yang tidak disadari. Represi merupakan dasar dari semua mekenisme pertahanan bekerja; tujuan dari semua mekanisme pertahanan adalah untuk menekan atau mendorong impuls yang mengancam keluar dari kesadaran. Ada dua hal yang penting tentang mekanisme pertahanan diri. Pertama, hal tersebut tidak disadari. Kedua, kalau digunakan secara moderat atau sementara waktu, mekanisme pertahanan tidak berakibat negatif. Akan tetapi, bila digunakan secara berlebihan dapat menyebabkan pola tingkah laku abnormal.

Selain itu freud juga mengemukakan lima tahap perkembangan psikoseksual yang berhubungan dengan perubahan-perubahan pemindahan energi atau libido dari salah satu daerah erogen ke daerah erogen yang lain. Tahap-tahap tersebut adalah tahap oral, tahap anal, tahap phalik, tahap laten, dan tahap genital.


Terapi Psikoanalitik Freud

Selain mengembangkan suatu teori kepribadian yang disebut teori psikoanalitik, Freud juga mengembangkan suatu bentuk terapi psikoanalisis. Kerangka terapi psikoanalitik dikembangkan Freud dalam waktu bertahun-tahun selama praktek privatnya sebagi dokter. Freud menggunakan psikoanalisis untuk membantu klien memperoleh pemahaman mengenai konflik-konflik tak sadar dan memecahkannya. Apabila metode-metode yang digunakan oleh terapi psikoanalitik mulai mengembangkan dalam diri pasien suatu pemahaman (insight) baru terhadap kekuatan-kekuatan kepribadiannya, maka proses psikoanalitik sudah berada pada jalan menciptakan penyesuaian diri yang berhasil dari pasien terhadap lingkungannya. 

Freud mengemukakan bahwa tujuan psikoanalisis adalah memperkuat ego, membuatnya lebih independen dari superego, memperlebar medan persepsinya, memperluas organisasinya sehingga ia dapat memiliki bagian-bagian yang segar dari id. Tujannya adalah hanya untuk menggantikan tingkah laku defensif dengan tingkah laku yang lebih adaptif. Dengan berbuat demikian, klien dapat menemukan kepuasan tanpa menghukum dirinya sendiri dan orang lain.

Teknik-teknik utama yang digunakan Freud untuk mencapai tujuan tersebut adalah asosiasi bebas, analisis mimpi, analisis resisten, analisis transferensi, dan interpretasi (penafsiran).

  1. Asosiasi Bebas
    Asosiasi bebas adalah teknik yang memberi kebebasan pada klien untuk mengatakan apa saja perasaan, pemikiran, dan renungan yang ada dalam pikirannya tanpa ada yang disembunyikan. Melalui teknik ini, klien diharapkan mampu melepaskan emosi yang berkaitan dengan pengalaman traumatik di masa lau yang terpendam (katarsis). Katarsis inilah yang mendorong klien memperoleh pemahaman dan evaluasi diri yang lebih objektif. Tugas terapis disini adalah memahami hal-hal yang di represi dan hanyut ke alam bawah sadar. Selanjutnya terapis akan menafsirkan hal tersebut dan menyampaikannya pada klien. Setelah itu, membimbing ke arah pemahaman dinamika kepribadian yang tidak disadari oleh klien.
  2. Analisis Mimpi
    Freud menilai mimpi sebagai jalan istimewa menuju ketidaksadaran karena melalui mimpi, hasrat, kebutuhan dan ketakutan yang di pendam akan mudah diungkapkan. Pada saat klien tidur, pertahanan egonya akan melemah sehingga perasaan yang ditekan akan muncul ke alam sadar. Analisis mimpi memungkinkan terapis untuk mengetahui masalah-masalah yang tidak terselesaikan oleh klien. Pada dasarnya mimpi memiliki 2 taraf isi, yaitu isi laten dan isi manifes. Isi laten terdiri dari motif yang disamarkan, tersembunyi dan bersifat simbolik karena terlalu menyakitkan dan mengancam seperti dorongan seksual dan agresif. Sementara itu, isi manifes terdiri dari bentuk mimpi yang tampil dalam impian klien. Tugas terapis disini adalah menyingkap makna yang disamarkan dengan mempelajari simbol-simbol dari isi manifes mimpi, sehingga dapat diketahui isi laten klien.
  3. Analisis Resistensi
    Resistensi dipandang oleh Freud sebagai pertahanan klien terhadap kecemasan yang akan meningkat jika klien menjadi sadar atas dorongan dan perasaan yang direpresinya. Hal ini akan menghambat terapis dan klien memperoleh pemahaman dinamika ketidaksadaran klien. Jika terjadi resistensi, terapis harus membangkitkan perhatian klien dan menafsirkan resistensi yang paling terlihat untuk mengurangi kemungkinan klien menolak penafsiran. Resistensi dapat menghambat kemampuan klien untuk mengalami kehidupan yang lebih memuaskan sehingga sebisa mungkin terapis harus dapat memberi pemahaman pada klien agar membuka tabir resistensinya.
  4. Analisis Transferensi
    Transferensi merupakan reaksi klien yang melihat terapis sebagai orang yang paling dekat dan penting dalam hidupnya di masa lalu. Sebagian besar terapis akan mengembangkan neurosis transferensi yang dialami klien di lima tahun pertama kehidupannya. Untuk itu terapis harus melakukannya secara netral, objektif, anonim dan pasif. Teknik ini akan mendorong klien menghidupkan kemabali masa lalunya sehingga memberi pemahaman pada klien mengenai pengaruh masa lalunya terhadap kehidupannya saat ini. Melalui transferensi, klien juga mampu menyadari konflik masa lalu yang masih dipertahankannya sampai sekarang.
  5. Interpretasi (Penafsiran)
    Interpretasi merupakan prosedur dasar yang mencakup analisis terhadap asosiasi bebas, analisis mimpi, analisis resistensi, dan analisis transferensi. Terapis akan menyampaikan sekaligus memberi pemahaman pada klien mengenai makna dari tingkah laku klien yang dimanifestasikan melalui keempat teknik psikoanalisis tersebut. Tujuan dari penafsiran ini adalah agar mendororng ego klien untuk megasimilasi hal-hal baru dan mempercepat proses penyingkapan hal-hal yang tidak disadari. Penafsiran harus disampaikan pada saat yang tepat agar dapat diterima klien sebagai bagian dari dirinya. Apabila disampaikan terlalu cepat, kemungkinan klien akan melakukan penolakan, tetapi apabila penafsiran jarang dilakukan, kemungkinan klien akan sulit memperoleh insight atas masalahnya.

Beberapa keterbatasan psikoanalisis telah diketahui oleh Freud. Pertama, tidak semua ingatan lama dapat atau harus dibawa ke dalam kesadaran. Kedua, perawatan psikoanalitik hanya efektif untuk bermacam-macam neurosis transfrensi, seperti fobia, histeria dan obsesi, tetapi tidak demikian halnya dengan psikosis atau penyakit-penyakit konstitusional. Ketiga, walaupun tidak hanya berlaku untuk psikoanalisis, pasien yang sudah sembuh mungkin kemudian mengembangkan neurosis lain. Karena mengetahui keterbatasan-keterbatasan ini, Freud berpendapat bahwa psikoanalisis dapat digunakan bersama terapi lain. Walaupun demikian, ia berkali-kali mengemukakan bahwa terapi psikoanalitik tidak boleh dipersingkat atau dimodifikasi dalam cara yang hakiki.


Sumber :

Semiun, Yustinus. (2006). Teori Kepribadian dan Terapi Psikoanalitik Freud. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Santrock, John W. (2003). Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta : Erlangga.


 

Kumpulan Tugas Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea