Bagi sebagian masyarakat Indonesia, koneksi internet hampir menjadi kebutuhan sehari-hari. Suatu studi mengatakan bahwa 7 dari 10 orang mengeluh dan merasa tidak nyaman apabila koneksi internet terputus atau mengalami gangguan (Winatha & Sukaatmadja, 2014). Bahkan hasil riset yang disajikan dalam event tahunan American Psichological Association mengemukakan 6% dari pemakai internet mengalami kecanduan internet (Jawa pos, 1999; dalam Widiana, 2004).
Kecanduan internet pertama kali ditemukan oleh seorang ahli jiwa bernama Ivan Goldberg. Menurut Goldberg (1997) Internet Addiction Disorder adalah pola penggunaan internet yang maladaptif, yang menimbulkan adanya distress secara klinis yang terwujudkan dalam tiga atau lebih kreteria internet addiction disorder, yang terjadi kapan pun selama 12 bulan yang sama.
Ahli lainnya mengatakan bahwa Internet Addiction (kecanduan internet) adalah sebuah sindrom yang ditandai dengan menghabiskan sejumlah waktu yang sangat lama dalam menggunakan internet dan tidak mampu mengontrol penggunaanya saat online. Orang-orang yang menunjukkan sindrom ini akan merasa cemas, depresi atau hampa saat tidak terkoneksi dengan internet.
Suler (1996) menyatakan pengguna internet dapat digolongkan menjadi dua. Pertama, pengguna internet secara sehat, artinya pengguna mampu memadukan kehidupan nyata dengan dunia maya. Individu-individu tersebut membicarakan aktivitas online dengan keluarga dan teman-teman, menggunakan identitas, minat dan keahlian yang sebenarnya dalam komunitas online, menelpon dan bertemu langsung dengan orang yang dikenal melalui aktivitas online, atau bertemu dengan teman yang dikenal dalam dunia maya melalui internet.
Kedua, pengguna internet yang menggunakan internet secara tidak sehat. Individu-individu memisahkan antara kehidupan nyata dengan dunia maya. Aktivitasnya dalam dunia maya menjadi dunia tersendiri, tidak dibicarakan dengan orang-orang dalam kehidupannya. Biasanya golongan pertama menggunakan internet antara 4 sampai 5 jam per minggu. Dan golongan kedua menggunakan internet antara 20 sampai 80 jam per minggu dengan 15 jam per sesi online. Pengguna internet yang termasuk dalam golongan kedua ini lah yang akan mengalami kecanduan terhadap internet.
Tanda-tanda seseorang mengalami kecanduan internet adalah: (a) perhatian tertuju pada internet, (b) ingin menggunakan internet dalam jumlah waktu yang semakin meningkat untuk mendapatkan kepuasan (lupa waktu), (3) tidak dapat menghentikan atau mengontrol penggunaan internet, (4) merasa gelisah, murung, atau cepat marah apabila mengurangi dan menghentikan penggunaan internet, (5) online lebih lama dari waktu yang diharapkan, (6) kurang tidur atau mengubah pola tidur untuk menghabiskan waktu menggunakan internet lebih lama, (7) mengabaikan keluarga dan teman, (8) mengabaikan pekerjaan dan kewajiban personal, (9) penggunaan internet tetap dilakukan walaupun individu mengetahui adanya masalah-masalah fisik, sosia, pekerjaan, atau psikologis yang kerap timbul dan kemungkinan besar disebabkan atau diperburuk oleh penggunaan internet.
Beberapa faktor yang memberikan kontribusi terjadinya kecanduan internet diantaranya adalah interaksi antara pengguna internet dalam komunikasi dua arah, ketersediaan fasilitas internet, kurangnya pengawasan, motifasi individu pengguna internet dan kurangnya kemampuan individu dalam mengontrol perilaku.
Davis (2001) menyebutkan beberapa jenis fasilitas pada internet yang dapat memicu terjadinya kecanduan. Beberapa fasilitas tersebut antara lain onlinesex, online games, online casino (perjudian), online stock tranding (bursa efek), dan online auction (lelang). Davis (2001) menyebutkan dua jenis kecanduan internet yaitu kecanduan spesifik, maksudnya adalah seseorang kecaduan hanya pada satu macam fasilitas yang ditawarkan oleh internet, dan kecanduan internet umum adalah seseorang kecanduan dengan semua fasilitas yang ditawarkan oleh internet secara keseluruhan.
Kimberly Young membagi kecanduan internet kedalam lima kategori, yaitu :
Ahli lainnya mengatakan bahwa Internet Addiction (kecanduan internet) adalah sebuah sindrom yang ditandai dengan menghabiskan sejumlah waktu yang sangat lama dalam menggunakan internet dan tidak mampu mengontrol penggunaanya saat online. Orang-orang yang menunjukkan sindrom ini akan merasa cemas, depresi atau hampa saat tidak terkoneksi dengan internet.
Suler (1996) menyatakan pengguna internet dapat digolongkan menjadi dua. Pertama, pengguna internet secara sehat, artinya pengguna mampu memadukan kehidupan nyata dengan dunia maya. Individu-individu tersebut membicarakan aktivitas online dengan keluarga dan teman-teman, menggunakan identitas, minat dan keahlian yang sebenarnya dalam komunitas online, menelpon dan bertemu langsung dengan orang yang dikenal melalui aktivitas online, atau bertemu dengan teman yang dikenal dalam dunia maya melalui internet.
Kedua, pengguna internet yang menggunakan internet secara tidak sehat. Individu-individu memisahkan antara kehidupan nyata dengan dunia maya. Aktivitasnya dalam dunia maya menjadi dunia tersendiri, tidak dibicarakan dengan orang-orang dalam kehidupannya. Biasanya golongan pertama menggunakan internet antara 4 sampai 5 jam per minggu. Dan golongan kedua menggunakan internet antara 20 sampai 80 jam per minggu dengan 15 jam per sesi online. Pengguna internet yang termasuk dalam golongan kedua ini lah yang akan mengalami kecanduan terhadap internet.
Tanda-tanda seseorang mengalami kecanduan internet adalah: (a) perhatian tertuju pada internet, (b) ingin menggunakan internet dalam jumlah waktu yang semakin meningkat untuk mendapatkan kepuasan (lupa waktu), (3) tidak dapat menghentikan atau mengontrol penggunaan internet, (4) merasa gelisah, murung, atau cepat marah apabila mengurangi dan menghentikan penggunaan internet, (5) online lebih lama dari waktu yang diharapkan, (6) kurang tidur atau mengubah pola tidur untuk menghabiskan waktu menggunakan internet lebih lama, (7) mengabaikan keluarga dan teman, (8) mengabaikan pekerjaan dan kewajiban personal, (9) penggunaan internet tetap dilakukan walaupun individu mengetahui adanya masalah-masalah fisik, sosia, pekerjaan, atau psikologis yang kerap timbul dan kemungkinan besar disebabkan atau diperburuk oleh penggunaan internet.
Beberapa faktor yang memberikan kontribusi terjadinya kecanduan internet diantaranya adalah interaksi antara pengguna internet dalam komunikasi dua arah, ketersediaan fasilitas internet, kurangnya pengawasan, motifasi individu pengguna internet dan kurangnya kemampuan individu dalam mengontrol perilaku.
Davis (2001) menyebutkan beberapa jenis fasilitas pada internet yang dapat memicu terjadinya kecanduan. Beberapa fasilitas tersebut antara lain onlinesex, online games, online casino (perjudian), online stock tranding (bursa efek), dan online auction (lelang). Davis (2001) menyebutkan dua jenis kecanduan internet yaitu kecanduan spesifik, maksudnya adalah seseorang kecaduan hanya pada satu macam fasilitas yang ditawarkan oleh internet, dan kecanduan internet umum adalah seseorang kecanduan dengan semua fasilitas yang ditawarkan oleh internet secara keseluruhan.
Kimberly Young membagi kecanduan internet kedalam lima kategori, yaitu :
- Cybersexual addiction, yaitu seseorag yang melakukan penelusuran dalam situs-situs porno atau cybersex secara kompulsif.
- Cyber-relationship addiction, yaitu seseorang yang hanyut dalam pertemanan melalui dunia cyber.
- Net compulsion, yaitu seseorang yang terobsesi pada situs-situs perdagangan (cyber shopping atau day trading) atau perjudian (cyber casino).
- Information overload, yaitu seseorang yang menelusuri situs-situs informasi secara kompulsif.
- Computer addiction, yaitu seseorang ynag terobsesi pada permainan-permainan online (online games) seperti Counter Strike, Power Blank, Luna, Ragnarok dan lain sebagainya.
Internet memang memberikan kita banyak kemudahan serta kesenangan, namun bukan berarti kita harus terus menerus menggunakan atau ketergantungan terhadap internet. Agar kita tidak mengalami kecanduan internet maka sebaiknya kita harus memperbaiki self control atau control diri supaya kita tidak kecanduan internet, sehingga kita dapat beraktifitas dengan baik dan seimbang. Ingat, sesuatu yang berlebihan itu tidak baik, alangkah baiknya jika sesuatu itu selalu berjalan dengan seimbang.
Daftar Referensi
Didin, M., Ritandiyono, & Sita, H.R. (2004). Peranan kesepian dan kecenderungan internet a ddictiondisorder terhadap prestasi belajar mahasiswa Universitas Gunadarma. E-Journal Psikologi, 111-120. Retrieved from http://publication.gunadarma.ac.id/handle/123456789/612.
Ningtyas, S.D.Y. (2012). Hubungan Self Control dan Internet Addiction pada mahasiswa. Journal of Social and Industrial Psychology,1, (1), 28-33. Retrieved from http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/sip.
Nurmandia, H., Denok, W., & Luluk, M. (2013). Hubungan antara kemampuan sosialisasi dengan kecanduan jejaring sosial. Jurnal Penelitian Psikologi, 4, (2), 107-119.
Meiyanti, P., Anita, Z., & Intaglia, H. (2012). Kontribusi kepribadian Introvert terhadap kecanduan internet pada mahasiswa. E-Journal Psikologi, 1-18. Retrieved from http://publication.gunadarma.ac.id/handle/123456789/1109.
Soetjipto, H.P. (2005). Pengujian validitas konstruk criteria kecanduan internet. Jurnal Psikologi, 32, (2), 74-91. Retrieved from http://jurnal.psikologi.ugm.ac.id/index.php/fpsi/article/view/91.
Widiana, H.S., Sofia, R., & Rahma, H. (2004). Kontrol diri dan kecenderungan kecanduan internet. Humanitas: Indonesian Psychologycal Journal, 1, (1), 6-16.
Winatha, R.G. & I Putu, G.S. (2014). Pengaruh sifat materialisme dan kecanduan internet terhadap perilaku Impulsif secara online. E-Jurnal Manajemen Universitas Udayana, 3, (3), 751-769. Retrieved from http://ojs.unud.ac.id/index.php/Manajemen/article/view/7326/6187.
0 comments:
Post a Comment